gravatar

Silas Papare Pahlawan Dari Irian Jaya (Papua)

Silas Papare

Silas Papare
Lahir: Serui, Irian Jaya, 18 Desember 1918
Meninggal: serui, 7 Maret 1978

Pendidikan:
- Sekolah setingkat sekolah dasar
- Sekolah Juru Rawat

Pengalaman Pekerjaan:
Pegawai Pemerintah Belanda

Aktivitas:
- Desember 1945, bersama temannya di Batalyon Papua hendak
melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda.
- Nopember 1946, mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII)
- Oktober 1949, membentuk Badan Perjuangan Irian
- Membentuk Kompi Irian di lingkungan Mabes Angkatan Darat
- Anggota delegasi RI penandatanganan Persetujuan New York.

Pengalaman Selama Perjuangan:
- Dipenjarakan di Jaya Pura
- Dipenjarakan di Serui
- Dipenjarakan di Biak
- Melarikan diri ke Yogyakarta.

Pahlawan Dari Irian Jaya (Papua)

Ketika Irian Barat masih di bawah penguasaan Belanda, Silas Papare berjuang membebaskan untuk menyatukannya dengan Republik Indonesia. Berbagai usaha dilakukannya seperti, pemberontakan, mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), serta Badan Perjuangan Irian. Perjuangannya akhirnya membuahkan hasil, Irian Barat merdeka dan menyatu kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Pria kelahiran Serui, Irian Jaya, 18 Desember 1918 ini merupakan orang yang berjiwa kebangsaan Indonesia yang sangat tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan dari sekolah setingkat sekolah dasar dan dari sekolah juru rawat, Silas kemudian menjadi Pegawai Pemerintah Belanda. Namun karena jiwa ke-Indonesia-annya yang begitu tinggi, maka begitu ia mendengar bahwa Indonesia telah merdeka, ia pun langsung mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Pada bulan Desember 1945, bersama teman-temannya berusaha mempengaruhi pemuda-pemuda di Irian Barat yang tergabung dalam Batalyon Papua agar melancarkan pemberontakan. Rencana itu gagal karena telah bocor duluan. Ia kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Jaya Pura. Setelah bebas, pemberontakan kedua pun direncanakan kembali. Namun lagi-lagi gagal karena keburu bocor. Ia pun kembali ditangkap dan dipindahkan ke Serui. Di Serui inilah ia kebetulan bertemu dan berkenalan dengan Dr.Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan Belanda dari Sulawesi yang kembali dikuasai Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.

Selanjutnya pada bulan Nopember 1946, ia mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Karenanya, ia kembali ditangkap pemerintah Belanda dan memindahkannya ke Biak. Dari Biak, tanpa sepengetahuan Belanda, ia melarikan diri ke Yogyakarta. Dan pada bulan Oktober 1949, ia kemudian membentuk Badan Perjuangan Irian yang bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda sekaligus menyatukannya dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di pihak lain, Belanda tetap berupaya mempertahankan Irian Barat sebagai daerah kekuasaannya. Akhirnya pemerintah Indonesia sampai pada kesimpulan untuk merebut Irian Barat walau dengan cara kekuatan senjata sekalipun.

Silas Papare yang memang sangat menginginkan cepatnya berakhir penguasaan Belanda di tanah leluhurnya itu dengan cepat mengambil bagian dalam rencana pemerintah RI tersebut. Bahkan rupanya jauh-jauh hari, Silas malah sudah mempersiapkan diri akan perang terbuka ini dengan membentuk Kompi Irian di lingkungan Mabes Angkatan Darat.

Namun pada saat akhir-akhir hendak meletusnya perang terbuka tersebut, Belanda akhirnya bersedia berunding. Penandatangan persetujuan pun resmi di lakukan oleh keduabelah pihak pada tanggal 15 Agustus 1962. Dalam penantanganan Persetujuan New York itu, Silas Papare ikut terlibat sebagai anggota delegasi RI.

Tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat pun resmi menjadi wilayah Republik Indonesia. Hal sesuai dengan isi persetujuan New York tersebut. Nama Irian Barat pun kemudian diganti menjadi Irian Jaya.

Walau masa hidup Silas Papare lebih banyak terkuras pada usaha pembebasan negerinya, namun semua jerih payahnya itu terasa terbayar sudah. Tanggal 7 Maret 1978, Silas baru kemudian meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui. Dengan begitu, kurang lebih lima belas tahun sisa hidupnya masih bisa menikmati alam kemerdekaan negerinya yang diperjuangkannya ini.

Kini estaped perjuangan diteruskan kepada generasi muda. Namun perjuangan kini bukan lagi mengusir kolonial, tapi perjuangan mengusir kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, perpecahan, yang kini sepertinya masih akrab di bumi cendrawasih ini.