Maret - Bulan penuh patriotisme untuk Indonesia
PKPI : Patriotisme Kenegarawanan Pilar Indonesia
Bulan Maret bagi Indonesia juga bulan Patriotisme Kenegarawanan a.l. dikenang 7 (Tujuh) peristiwa politik kebangsaan yaitu 1 Maret 1949 Serangan Umum TNI ke Jogjakarta; 7 Maret 1915 Tri Koro Dharmo terbentuk oleh Satiman Wiriosandjojo di Gd Stovia, Batavia yang kemudian berubah nama jadi Jong Java [12 Juni 1918] yang kelak berfusi jadi Indonesia Muda; 8 Maret 1928 Pembelaan Moh. Hatta “Indonesia Merdeka” di Pengadilan Negeri Den Haag; 8 Maret 1943 POETERA (Poesat Tenaga Rakyat) berdiri, pimpinan Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro, KH. Mansyur, yang resmi terbentuk 9 Maret 1943 dan dibubarkan pada 8 Januari 1944 lalu berganti Djawa Hokokai (Himpunan Kebangkitan Rakyat Jawa); 24 Maret 1946 Peristiwa Bandoeng Laoetan Api; 25 Maret 1947 Persetujuan LINGGARJATI; 27 Maret 1949 Unjuk Bersenjata oleh Tentara Pelajar Solo.
Patriotisme atau Kepahlawanan adalah watak untuk berkorban guna sesuatu tugas Besar dan Cita2 Besar sebagai perluasan dari “Pahlawan adalah ia yang berkorban untuk Tugas besar dan Cita2 besar” [Un hero est celui, qui se sacrifie a un grand devoir, ou a une grande idée”; Livre d’Or, De la Comptesse Diane].
Kepahlawanan bukan monopolinya seseorang atau segolongan tetapi Kepahlawanan adalah suatu perhiasan watak, yang setiap rakyat kita dapat memiliki, asal ia bersedia berkorban untuk “un grand devoir” (untuk sesuatu Tugas besar) atau untuk “une grand idée” (untuk sesuatu Cita2 besar). Tugas besar dan Cita2 besar itu ialah tidak lain daripada hidup merdeka, bernegara kebangsaan, sederajat dengan bangsa2 lain dalam keadaan mana Rakyat semua memperkembangkan dan dapat menyuburkan nilai2 kemanusiaannya. Dan bila yang dimaksud dengan semangat Kepahlawanan itu adalah cara berdaya dan berusaha untuk menjalankan Tugas besar dan Cita2 besar itu, maka teranglah kiranya, bahwa cara amal dan cara perbuatan itulah yang penting sekali. Amal dan perbuatan, dijiwai dengan semangat bersedia untuk berkorban, menentukan nilai dan mutu Kepahlawanan setiap orang. Dan tidak sedikit pula yang diharapkan dari kita semua amal dan perbuatan yang sesuai dengan keadaan yang nyata daripada Rakyat kita dewasa ini.
Untuk inipun diperlukan dari kita sekalian keberanian dan kejujuran dalam menilai keadaan dan perasaan Rakyat kita yang se-benar2-nya. Untuk Negara Pancasila, para pahlawan Rakyat kita dulu itu berjoang dan berkorban ! Dan mereka meninggalkan kepada kita dewasa ini, suatu Amanat suci dan Amanat keramat yakni Amanat Kepahlawanan Rakyat Indonesia, amanat tentang caranya melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat kita. Pada pokoknya, cara2 perjuangan dan kebaktiannya itu ialah secara revolusioner, secara dinamis, secara heroik dan patriotik, dan terutama secara jujur dan ikhlas, dengan selalu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi dalam situasi sekarang ini. Situasi yang penuh dengan dinamikanya transisi masyarakat kita, transisi yang masih mengharuskan kita semua mengenyahkan imperialisme dan kolonialisme dimana ia berada, baik dengan nama klasik kolonialisme maupun dengan nama neo kolonialisme.
Situasi transisi dewasa ini masih perlu kita tanggulangi bersama dengan Jiwa Kepahlawanan itu. Malahan dalam keadaan perekonomian Rakyat yang berat ini, kita semua harus menunjukkan dengan perbuatan dan tindakan kesetiakawanan kita dengan kesulitan2 penghidupan Rakyat kita se-hari2. Memang kadang2 terasa bahwa medan pertempuran melawan musuh2 dari luar sewaktu 1945 – 1949 dulu itu, tidak sesulit dengan medan pembangunan perekonomian Rakyat melawan musuh2 dari dalam dan dari luar pada masa sekarang ini. Tetapi toch, kita semua harus tetap berkeyakinan, bahwa kita akan menang dalam medan bakti itu kalau kita tidak kehilangan kita punya Jiwa Revolusi dan Jiwa Kepahlawanan. Terus berjoang untuk memenangkan Jiwa Revolusi dan Jiwa Kepahlawanan Rakyat kita sebagai pangkalan untuk secara bertangga memenangkan ber-turut2 “honor, courage and fortunes” yaitu “kehormatan, keberanian dan seluruh kekayaan materiil” daripada Rakyat kita.
Pesan almarhum Dr H. Roeslan Abdulgani pada buku Api Revolusi di Surabaya [Peringatan 17 Tahun Hari Pahlawan 10 Nopember 1964] termaksud diatas sungguh masih relevan dalam konteks kekinian a.l. antisipasi terhadap berita Perekonomian Nasional yakni Depresi Ekonomi Segera Tiba [Koran Jakarta, 13 Maret 2009] dan Fokus Probabilitas Depresi Ekonomi Meningkat [Kompas, 13 Maret 2009] serta Puncak Jatuh Tempo Utang Hingga Tahun 2045 Tak Akan Lunas [Kompas, 14 Maret 2009] yang adalah pertanda Ketidakpastian menggayuti Indonesia artinya tersedia medan bakti bagi para Pimpinan Nasional Legislatif & Eksekutif produk Pemilu 2009 yaitu memerdekakan Rakyat dari jeratan Ketidakpastian tersebut, mengatasi tahun 2012 yang di-sebut2 sebagai peralihan peradaban umat dan penguatan tumpuan menggapai Indonesia Digdaya 2045.
Oleh karenanya, para Pimpinan Nasional itu sepatutnya berkriteria memenuhi Tiga Pilar Kenegarawanan (3pK), yang bermuatan Tiga Pilar Kebangsaan (9 Pusaka Bangsa, 7 Ketahanan Bangsa, Kepemimpinan Kebangsaan 45), Tiga Pilar Kepemimpinan Amanah (Pemimpin-Khalifah, Akhlak Mulia, Cinta-Kasih- Sayang) dan Tiga Pilar Kejuangan TRISAKTI (Politik Berdaulat, Ekonomi Berdikari, Budaya Berkepribadian) sebagai jaminan perilaku Pemimpin (leaders) bukan Penjual (dealers) seperti dimaksud pada Politika Budiarto Shambazy [Kompas, 14 Maret 2009] ketika dituntut mengusung 7 (Tujuh) Cita Politik Indonesia sebagaimana amanat Pembukaan UUD45, yaitu (1) Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan Perikemanusiaan dan Perikeadilan; (2) Kemerdekaan Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur; Pemerintahan Negara Indonesia yang (3) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (4) Memajukan kesejahteraan umum; (5) Mencerdaskan kehidupan bangsa, (6) Ikut melaksanakan Ketertiban Dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial; (7) Susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga sungguh dipujikan bahwa bulan Maret 2009 ini bisa jadi awal tekad kebersamaan membangun Poros Kepahlawanan Perekonomian Indonesia [PKPI] a.l. berkapasitas IpTek Kreatif.
Jakarta, 14 Maret 2009
Bulan Maret bagi Indonesia juga bulan Patriotisme Kenegarawanan a.l. dikenang 7 (Tujuh) peristiwa politik kebangsaan yaitu 1 Maret 1949 Serangan Umum TNI ke Jogjakarta; 7 Maret 1915 Tri Koro Dharmo terbentuk oleh Satiman Wiriosandjojo di Gd Stovia, Batavia yang kemudian berubah nama jadi Jong Java [12 Juni 1918] yang kelak berfusi jadi Indonesia Muda; 8 Maret 1928 Pembelaan Moh. Hatta “Indonesia Merdeka” di Pengadilan Negeri Den Haag; 8 Maret 1943 POETERA (Poesat Tenaga Rakyat) berdiri, pimpinan Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro, KH. Mansyur, yang resmi terbentuk 9 Maret 1943 dan dibubarkan pada 8 Januari 1944 lalu berganti Djawa Hokokai (Himpunan Kebangkitan Rakyat Jawa); 24 Maret 1946 Peristiwa Bandoeng Laoetan Api; 25 Maret 1947 Persetujuan LINGGARJATI; 27 Maret 1949 Unjuk Bersenjata oleh Tentara Pelajar Solo.
Patriotisme atau Kepahlawanan adalah watak untuk berkorban guna sesuatu tugas Besar dan Cita2 Besar sebagai perluasan dari “Pahlawan adalah ia yang berkorban untuk Tugas besar dan Cita2 besar” [Un hero est celui, qui se sacrifie a un grand devoir, ou a une grande idée”; Livre d’Or, De la Comptesse Diane].
Kepahlawanan bukan monopolinya seseorang atau segolongan tetapi Kepahlawanan adalah suatu perhiasan watak, yang setiap rakyat kita dapat memiliki, asal ia bersedia berkorban untuk “un grand devoir” (untuk sesuatu Tugas besar) atau untuk “une grand idée” (untuk sesuatu Cita2 besar). Tugas besar dan Cita2 besar itu ialah tidak lain daripada hidup merdeka, bernegara kebangsaan, sederajat dengan bangsa2 lain dalam keadaan mana Rakyat semua memperkembangkan dan dapat menyuburkan nilai2 kemanusiaannya. Dan bila yang dimaksud dengan semangat Kepahlawanan itu adalah cara berdaya dan berusaha untuk menjalankan Tugas besar dan Cita2 besar itu, maka teranglah kiranya, bahwa cara amal dan cara perbuatan itulah yang penting sekali. Amal dan perbuatan, dijiwai dengan semangat bersedia untuk berkorban, menentukan nilai dan mutu Kepahlawanan setiap orang. Dan tidak sedikit pula yang diharapkan dari kita semua amal dan perbuatan yang sesuai dengan keadaan yang nyata daripada Rakyat kita dewasa ini.
Untuk inipun diperlukan dari kita sekalian keberanian dan kejujuran dalam menilai keadaan dan perasaan Rakyat kita yang se-benar2-nya. Untuk Negara Pancasila, para pahlawan Rakyat kita dulu itu berjoang dan berkorban ! Dan mereka meninggalkan kepada kita dewasa ini, suatu Amanat suci dan Amanat keramat yakni Amanat Kepahlawanan Rakyat Indonesia, amanat tentang caranya melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat kita. Pada pokoknya, cara2 perjuangan dan kebaktiannya itu ialah secara revolusioner, secara dinamis, secara heroik dan patriotik, dan terutama secara jujur dan ikhlas, dengan selalu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi dalam situasi sekarang ini. Situasi yang penuh dengan dinamikanya transisi masyarakat kita, transisi yang masih mengharuskan kita semua mengenyahkan imperialisme dan kolonialisme dimana ia berada, baik dengan nama klasik kolonialisme maupun dengan nama neo kolonialisme.
Situasi transisi dewasa ini masih perlu kita tanggulangi bersama dengan Jiwa Kepahlawanan itu. Malahan dalam keadaan perekonomian Rakyat yang berat ini, kita semua harus menunjukkan dengan perbuatan dan tindakan kesetiakawanan kita dengan kesulitan2 penghidupan Rakyat kita se-hari2. Memang kadang2 terasa bahwa medan pertempuran melawan musuh2 dari luar sewaktu 1945 – 1949 dulu itu, tidak sesulit dengan medan pembangunan perekonomian Rakyat melawan musuh2 dari dalam dan dari luar pada masa sekarang ini. Tetapi toch, kita semua harus tetap berkeyakinan, bahwa kita akan menang dalam medan bakti itu kalau kita tidak kehilangan kita punya Jiwa Revolusi dan Jiwa Kepahlawanan. Terus berjoang untuk memenangkan Jiwa Revolusi dan Jiwa Kepahlawanan Rakyat kita sebagai pangkalan untuk secara bertangga memenangkan ber-turut2 “honor, courage and fortunes” yaitu “kehormatan, keberanian dan seluruh kekayaan materiil” daripada Rakyat kita.
Pesan almarhum Dr H. Roeslan Abdulgani pada buku Api Revolusi di Surabaya [Peringatan 17 Tahun Hari Pahlawan 10 Nopember 1964] termaksud diatas sungguh masih relevan dalam konteks kekinian a.l. antisipasi terhadap berita Perekonomian Nasional yakni Depresi Ekonomi Segera Tiba [Koran Jakarta, 13 Maret 2009] dan Fokus Probabilitas Depresi Ekonomi Meningkat [Kompas, 13 Maret 2009] serta Puncak Jatuh Tempo Utang Hingga Tahun 2045 Tak Akan Lunas [Kompas, 14 Maret 2009] yang adalah pertanda Ketidakpastian menggayuti Indonesia artinya tersedia medan bakti bagi para Pimpinan Nasional Legislatif & Eksekutif produk Pemilu 2009 yaitu memerdekakan Rakyat dari jeratan Ketidakpastian tersebut, mengatasi tahun 2012 yang di-sebut2 sebagai peralihan peradaban umat dan penguatan tumpuan menggapai Indonesia Digdaya 2045.
Oleh karenanya, para Pimpinan Nasional itu sepatutnya berkriteria memenuhi Tiga Pilar Kenegarawanan (3pK), yang bermuatan Tiga Pilar Kebangsaan (9 Pusaka Bangsa, 7 Ketahanan Bangsa, Kepemimpinan Kebangsaan 45), Tiga Pilar Kepemimpinan Amanah (Pemimpin-Khalifah, Akhlak Mulia, Cinta-Kasih- Sayang) dan Tiga Pilar Kejuangan TRISAKTI (Politik Berdaulat, Ekonomi Berdikari, Budaya Berkepribadian) sebagai jaminan perilaku Pemimpin (leaders) bukan Penjual (dealers) seperti dimaksud pada Politika Budiarto Shambazy [Kompas, 14 Maret 2009] ketika dituntut mengusung 7 (Tujuh) Cita Politik Indonesia sebagaimana amanat Pembukaan UUD45, yaitu (1) Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan Perikemanusiaan dan Perikeadilan; (2) Kemerdekaan Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur; Pemerintahan Negara Indonesia yang (3) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (4) Memajukan kesejahteraan umum; (5) Mencerdaskan kehidupan bangsa, (6) Ikut melaksanakan Ketertiban Dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial; (7) Susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga sungguh dipujikan bahwa bulan Maret 2009 ini bisa jadi awal tekad kebersamaan membangun Poros Kepahlawanan Perekonomian Indonesia [PKPI] a.l. berkapasitas IpTek Kreatif.
Jakarta, 14 Maret 2009