gravatar

Hak “Istimewa” Tersangka Dalam Proses Penyidikan

Banyak yang mungkin tidak tahu akan hak tersangka yang terbilang “istimewa”. Bukan masyarakat yang masih awam dengan persoalan hukum saja. Bahkan tak sedikit penyidik Polri yang lupa ( atau mungkin kurang paham) akan hak-hak tersangka.
Salah satu hak tersangka, yang menurut saya merupakan suatu “keistimewaan” adalah Hak Ingkar. Hak untuk berbohong atau tidak mengakui apa yang sebenarnya dilakukan. Jika menilik sejarah perkembangan hukum tanah air, maka Hak Ingkar merupakan titik utama bagi seorang tersangka.

Dalam realita pelaksanaan penegakan hukum, penyidik Polri masih kerap terfokus pada pengakuan seorang tersangka dalam menemukan titik terang suatu tindak kejahatan. Pengalaman saya menjadi wartawan selama beberapa tahun menunjukkan bagaimana pengakuan seorang tersangka kerap kali menjadi langkah awal bagi penyidik Polri dalam mengumpulkan alat bukti kejahatan. Dengan cara ini, tentunya praktik intimidasi menjadi suatu hal yang tak terelakkan.
Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), langkah penyidikan semacam itu adalah tidak tepat. Seorang tersangka tidak wajib memberikan keterangan secara benar kepada penyidik. Penyangkalan dan pemutarbalikan fakta adalah hak tersangka selama proses penyidikan.
Di sinilah sebenarnya, kemampuan intelektual seorang penyidik dipertaruhkan. Jika KUHAP dilaksanakan dengan benar, tentunya penyidik tidak akan lagi terfokus pada pengakuan tersangka.
Pencarian alat bukti suatu tindak kejahatan merupakan suatu kerja keras yang seharusnya menjadi fokus penyidik. Alat bukti dapat diperoleh melalui keterangan saksi, keterangan ahli, surat maupun petunjuk lainnya.
Di sinilah sebenarnya, titik tolak citra penegakan hukum di tanah air.